Jakarta,metronewstv.com Gubernur Papua, Lukas Enembe dengan bangga mengatakan: “Rakyat Papua itu Kaya, tidak boleh meminta-minta dengan proposal kepada pemerintah”.
Lukas Enembe-Klemen Tinal, Orang Gunung (Pedalaman), Suku terbesar Papua (Lapago dan Meepago), begitu terpilih menjadi Gubernur langkah pertama yang dilakukan adalah tebang pohon beringin (pohon bersejarah?) depan halaman Kantor Gubernur Dok 2,
dengan alasan tidak masuk akal (irrasional) atau mitos bahwa pohon itu simbol kekuatan kelompok tertentu karena itu harus dienyahkan.
Kedua, Membakar Ribuan Proposal Rakyat seperti dikutip diatas. Ketika ditanya media mengapa proposal dibakar? Dengan enteng, Gunernur, Lukas Enembe menjawab, “orang Papua kaya tidak boleh minta-minta dengan proposal”.
Vocus sorotan tulisan persoalan pembakaran ribuan “usulan” atau proposal rakyat Papua.
Pertanyaannya benarkah Rakyat Papua kaya alias tidak miskin seperti ucapan Gubernur, seperti dia ucapkan ketika membakar ribuan pengajuan Proposal Rakyat Papu?
Faktanya hampir seluruh rakyat Papua, (mungkin) selain para pejabat adalah yang paling miskin se- Indonesia. Baca laporan Suara Papua ini.
“Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Provinsi Papua menjadi wilayah dengan angka kemiskinan tertinggi di Indonesia pada Maret 2019 dengan 27,53%. Angka ini meningkat 0,1% dari September 2018 yakni sebesar 27,43%. Sebagai perbandingan, angka kemiskinan nasional berada pada angka 9,47%. (Suara Papua 31 Desember 2019)”.
Bahkan awal tahun ini berita CNN melaporkan bahwa:
"Papua masih memiliki persentase kemiskinan yang tertinggi di mana persentase kemiskinannya 26,55 persen. Disusul oleh Papua Barat 21,51. (CNN, 15 Januari 2020).
Jika faktanya rakyat Papua miskin seperti laporan Suara Papua dan CNN dari data BPS diatas. Apakah yang dimaksudkan “orang Papua kaya” yang dia maksud Sumber Daya Alam (SDA) Papua?
Jika benar yang dimaksud SDA maka Gubernur gagal paham atau Gubernur gagap, Gubernur ‘telat sadar’. Gubernur pura-pura tidak tahu ataukah memang benar-benar tidak tahu atau malah tidak mau tahu bahwa faktanya seluruh Sumber Daya kekayaan Alam Papua dikuasai oleh negara sesuai Undang-Undang Dasar (UUD 45) Ayat 34 bahwa: “Seluruh Kekayaan Alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat umum”.
Tidak kurang seorang Tokoh Oposisi Prof Amin Rais (Pendiri Partai PAN), bahwa saat ini masyarakat Adat Merauke lakuoan perlawanan karena Tanah Adatnya dibagi-bagi Pemerintah Jikowi kepada perusahaan-Perusahaan Swasta milik para Pejabat Pusat. (Lihat Youtube Amin Rais, Program Pembagian Sertifikat “Ngibul”, KompasTV).
Gunung Emas Papua, Kayu dan Ikan di lautan fasifik Papua sejak lama disewa kelolakan oleh Negara atas nama kesejahteraan umum kepada perusahaan asing. Bukan hanya SDA bahkan seluruh Tanah Papua sudah dikavling habis dibagi-bagi kepada pihak asing dan perusahaan Swasta milik para pejabat Indonesia di Jakarta.
Jika demikian faktanya yang ada apalagi data laporan BPS soal Kemiskinan Papua, siapa yang dimaksud Kaya? Para pejabat dan keluarganya yang menikmati uang Otsus trilyunan rupiah itu ataukah rakyat Papua jelata yang mengadu nasib setiap hari dipinggir emperan Toko sebagai penjual pinang dan ribuan pangangguran sarjana yang siang-malam setiap hari hitung rumus angka TOGEl ?
Angka kemiskinan terus meningkat. Trilyunan rupiah kucuran uang Otsus bukannnya menambah kesejahteraan rakyat Papua malah hanya dinikmati para pejabat. Rakyat tetap saja malas kerja malah lebih suka menghitung rumus-rumus togel. Gubernur Papua sebenarnya salah urus!
Apakah ini menunjukkan Gubernur tidak paham arti Proposal dan maksud dan tujuan proposal serta definisi proposal secara etimologis dan terminologis?
Jangan-jangan Gubernur secara keliru memahami proposal adalah semacam mengemis atau meminta-minta? Padahal dalam “usulan” (baca, proposal), sudah tentu memgandung gagasan dan ide pembangunan dan itu menjadi hak rakyat Papua. Sebagai Gubernur tugasnya harus mendukung dengan kebijakan serta menjawab proposal atau usulan rencana pembangunan oleh rakyat untuk membangun dirinya melalui proposal dan diarahkan Gubernur sebagai orang nomor satu Wilayah.
Jika Gubernur memaknai Proposal sebatas itu maka ini suatu kesalahan fatal yang tidak dapat termaafkan. Gubernur perlu dicerahkan kembali. Jikapun pengertian Proposal seperti pemahaman sederhana dan terbatas Gubernur itu, kenyataannya rakyat Papua miskin, tidak layakkah Gubernur menjawab proposal mereka sebagaimana hal itu sesungguhnya dijamin dalam konstitusi misalnya UUD 45 Pasal 35: “Bahwa Fakir Miskin Anak Yatim dan Orang Terlantar dipelihara oleh negara”.
Pertanyaannya apakah Gubernur Papua tidak pernah baca UUD 45? Sangat riskan jika seorang pejabat negara Republik Indonesia sekelas Gubernur tidak tahu isi UUD 45.
Kembali kepersoalan Proposal
Apakah Lukas Enembe tidak memahami arti kata proposal? Secara sederhana pengertian Proposal adalah “USULAN”.
Lalu apa kaitannya Proposal dengan Gubernur sebagai Kepala Daerah? Kaitannya sesuai pengertian Proposal adalah pengajuan usulan pembangunan sudah tentu didalamnya mengandung gagasan atau ide pembangunan oleh rakyat kepada pemerintah dalam hal ini Gubernur. Pembangunan itu sendiri cakupannnya luas. Singkatnya pembangunan fisik dan non fisik, material dan spritual, pembangunan jasmani dan rohani.
Lalu apa tugas dan wewenang seorang pemimpin disuatu wilayah semisal Gubernur? Tugas Gubernur sebagai Kepala Daerah mengarahkan rakyat membangun dirinya, contoh sederhana membangun Gereja, membangun perkebunan, perikanan dll.
Singkatnya pembangunan apapun sesuai pengertian sederhana diatas yang membangun Papua adalah oleh rakyat itu sendiri bukan oleh Gubernur. Rakyat membangun dirinya baik membangun kehidupannnya dalam pengertian meningkatkan kesejahteraan dengan bekerja dalam segala sektor usaha dan profesi. Yang membangun Gereja seorang Pendeta bersama Jemaatnya bukan Gubernur yang membangun angkat pasir, batu, aduk semen dan sebagainya. Seorang pemimpin lebih pada kebijakan alokasi pendanaan pembangunan secara umum.
Jika seorang Gubernur tidak paham “usulan” (baca,proposal) rakyat, maka ini sudah susah ditolong. Tidak ada kata lain kecuali sebagai akibatnya tidak ada pembangunan malah yang ada pesta pora para pejabat diatas penderitaan rakyatnya.
Sebagai akibat tak langsung dari pemimpin yang tak paham membangun daerah jangan heran jika Era Otsus ini banyak muncul “Kepala Suku” palsu sebagai kedok “Mengemis”, “Pendeta” Palsu sebagai kedok mengemis, rakyat malas kerja, mereka ingin kaya dengan cara instan, mereka jarang kekebun, jarang kelaut tapi sibuk menghitung angka TOGEL disudut pasar dan terminal. Bahkan Terminal Entrop selagi Enembe jadi Gubernur berubah fungsi jadi pusat permainan judi TOGEL.
Pembangunan Papua salah arah malah para pemimpin tidak paham bagaimana membangun rakyat Papua yang seharusnya dilakukan. Hal ini terlihat dari alokasi penyerapan Dana Otonomi Khusus bernilai ratusan Trilyunan menguap begitu saja tanpa bekas.
Apa yang salah dari kebijakan pembangunan Papua?
Gubernur Papua dengan kebijakan 80% dana dialihkan ke Kabupaten merasa sudah bijaksana membangun Papua. Padahal kebijakan ini sama artinya lepas tangungjawab pembangunan rakyat Papua oleh Gubernur. Terbukti alokasi Dana Pendidikan pengelolaannya masing-masing Kabupaten tidak sama malah banyak Kabupaten Dana itu disalahgunakan buat kampanye Bupati Periode berikut.
Penyelenggaraan pendidikan dari Tingkat Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi di Papua mutunya paling rendah. Banyak persoalan Guru dan Dosen tanpa sertifikasi kelayakan, banyak sekolah dipedalaman tidak ada guru, gedung sekolah tidak memadai, buku-buku ajar terbatas, kualitas guru dll sangat komplex. Faktanya alokasi dana pendidikan sesungguhnya rawan disalahgunakan atau dikorupsi para Bupati.
Papua Salah Kelola Dana Otonomi Khusus Ratusan Trilyunan Rupiah menguap tanpa jejak.
Arah dan Kebijakan Pembangunan Papua sejauh ini sama sekali tanpa arah malah kacau-balau. Seharusnya sesuai UU Otsus penyerapan Dana Alokasi dititikberatkan pada tiga sektor pembangunan.
1. Pengalokasian Dana Otsus untuk Pengembangan Adat Budaya Papua.
Pembangunan sektor ini meliputi merekontruksi kembali tatanan Adat Budaya Papua dari puing-puing kehancuran oleh berbagai unsur asing kolonialisme. Kehadiran agama di Papua telah lama menghancurkan nilai-nilai kebuadayaan Asli Papua perlu di kontruksi kembali misalnya melalui institusionalisasi Kepala Suku, Ondofolo dan Ondoafi, Sera dan Para Pendeta perlu diberdayakan. Fungsi Kepala Suku dewasa ini seakan sudah kehilangan wibawa.
2. Pengalokasian Dana Otsus bagi Pemberdayaan Perempuan Papua
Perbedayaan dimakasudkan dalam pengertian luas. Sektor pembardayaan disini melalui berbagai pelatihan dan pengembangan keterampilan termasuk pendidikan dan mengembangkan para pengusaha wanita Papua. Walupun MRP mengakomodir keterwakilan Perempuan kenyataan dilapangan Perempuan Papua terabaikan.
3. Perbedayaan Pelayan Agama
Sejauh ini terlihat dimana-mana pembangunan Gedung Gereja sangat meluas. Pemerintah nampaknya lebih memberi dukungan sektor pembangunan fasilitas Ibadah ini. Tapi apakah para pendeta digaji oleh pemerintah? Sesuai UU Otsus Papua sudah seharusnya para Pendeta dan Kepala Suku diberi difasilitas kendaraan dan diberi honor oleh pemerintah dengan sertifikasi khusus para Pendeta dan Kepala Suku dan serta demikian Unsur Wanita.
Persoalannya berapa penyerapan alokasi dana Pemerintah Propinsi ketiga sektor yang dimanatkan UU Otsus Papua sejauh ini? Sektor agama sejauh ini berapa alokasi yang sudah dikucurkan oleh pemerintah propinsi bagi bagi sekian banyak tempat Ibadah yang sudah dan sedang proses dibangun?
GUBERNUR PAPUA HARUS TAHU PENGELOLAAN DANA HIBAH BAGI ORMAS ISLAM PAPUA SANGAT BURUK KARENA TIDAK TRANSPARAN
Pengelolaan Dana Hibah Pemprove Papua Bagi Lembaga Keagamaan Islam Tidak Transparan dan Penuh Intrik Nuansa Korupsi Para Para Pejabat Dok II.
Lalu bagaimana dengan pemberdayaan umat Islam dan berapa alokasi dana yang sudah terserap? Sejauh tidak jelas dan berapa yang dialokasikan, kemana dana hibah disalurkan bagi umat Islam Papua.
Kepada siapa Gubernur memberi mandat soal pemberdayaan Umat Islam Papua? Persoalan ini harus jelas karena sejauh ini Dana Hibah yang setiap tahun dianggarkan pemerintah dalam praktek penyerapannya jangan sampai salah sasaran malah lahan kotupsi para pejabat diberi wewenang di DOK II.
Masyarakat muslim Papua berhak tahu kepada siapa Gubernur Pripinsi Papua memberi mandat soal pengelolaan Dana Pembinaan Umat Islam dari Dana Hibah Pemprove Papua.
Sudah berapa yang terserap dan dialokasikan kemana rakyat berhak tahu jikalau ada kesalahan uang rakyat ini kedepan perlu perbaikan melalui silaturrahmi dengar pendapat atau buka ruang dialog antara pemerintah dan lembaga Ormas Islam Papua agar semua transparan.
Sejauh ini yang saya perhatiakan Pengelolaan Dana Hibah Pemberdayaan Umat Islam Papua paling buruk dan tidak transparan perlu diketahui Gubernur Papua.
Gambaran Umum Kepemimpinan Lukas Enambe-Klemen Tinal
Gubernur Jarang Masuk Kantor
Hal itu diulangi kembali oleh Gubernur Papua setelah berbulan-bulan tak ada Maret 2019 pernah masuk kantor malah keluyuran jalan-jalan keluar negeri karena ruang kerja Gubernur Papua DOk 2 digeledah Reskrim Polda dan Komisioner KPK atas dugaan Korupsi sejumlah Mega Proyek termasuk Jalan Trans Tanah Merah Kabupaten Sentani-Demokran (persoalan Korupsi ini hingga tulisan ini dibuat tidak pernah jelas seakan dipetieskan Kapolri, kini Mendagri, Tito karnavian, demikian korupsi dana Beasiswa Mahasiswa Papua diluar Negeri pernah menjadi konflik Kapolda dan Gubernur berujung mutasi Kapolda ke Medan Sumatera Utara.
Sejak itu situasi secara gambaran umum Papua “berantakan” dalam arti tanpa pembenahan secara serius oleh Gubernur. Lukas menugaskan Ketua DPRP kala itu Yunus Wonda jadi Ketua Pelaksana PON Papua. Tiba-tiba terdengar kabar Gubernur sering kabur jalan-jalan ke Luar Negeri entah apa yang dia urus disana?
Wakil Gubernur Klemen Tinal seakan lupa atau memang sengaja tak diberi mandat lebih sehingga tak bisa banyak berbuat apa-apa ketika Virus Corona (Covid19) pertama muncul di Papua. Klemen Tinal sebagai Wakil Gubernur dianggap passive oleh banyak pihak malah terlalu pasif karena tidak proaktif dikala Lukas Enembe berhalangan.
Praktis Wagub seakan tanpa mandat mengisi kekosongan dikala Lukas Enembe tak ditempat. Di DOK 2 sehari-hari yang nampak hanya sebagai penjaga gawang Asisten I Gubernur Doren Wakerkwa. Sekalipun tidak bisa berbahasa Indonesia sesuai Ejaan yang Disempurnakan (EYD), secara sempurna dengan terbata-bata dengan logat khas orang kampung (Wamena Barat), Doren Wakerkwa mencoba memberikan keterangan Pers banyak persoalan tugas Gubernur diabaikan atau ditinggalkan lebih khusus persoalan 14 Kursi Pengangkatan mewakili Gubernur Lukas Enembe.
Selama berbulan-bulan Lukas Enembe tak nampak di Kantor Gubernur halaman Kantor DOK 2 ditumbuhi rumput tinggi seakan idak pernah ada aktifitas pegawai disana hingga ruangan Kantor jadi rumah laba-laba.
Untung Asisten II Muhammad Musa’ad dan Asisten III Ridwan Rumasukun masih nampak walaupun Sekda secara definitif belum ada sejak Herry Dosinaen memukul Komisioner KPK di Hotel Borobudur Lapangan Banteng Jakarta nasibnya sebagai Sekda Papua sudah pensiun.
Dari gambaran umum diatas hasilnya bisa anda dibayangkan bahwa Pengelolaan Keuangan Pemerintahan Propinsi Papua sebagaimana dilaporkan media dari Bank Indonesia, bahwa LAPORAN KEUANGAN PAPUA DINYATAKAN TERBURUK SE-INDONESIA sbb:
“Di dalam paparannya dengan panitia khusus (pansus) Otonomi Khusus Papua DPD RI, Suahasil mengatakan terdapat indikasi penyalahgunaan dana otsus oleh pemerintah daerah.
Beberapa di antaranya adalah Rp 556 miliar pengeluaran dana otsus tidak didukung data yang valid. Kemudian pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai aturan juga Rp 29 miliar dana otsus fiktif atau dana dicairkan tanpa ada kegiatan”. (Kompas, 25/2/2020).
Penjaga gawang yang ada tugas sebagai Asisten 2 dan Asisten 3 Gubernur Propinsi Papua Pulang-pulang Lukas Enembe dinyatakan sakit menyewa Pesawat disaat Virus Corona dinyatakan telah tersebar di Indonesia.
Selama beberapa bulan Lukas Enembe berobat dan dirawat di RS RSPAD Jakarta. Beruntung karena Lukas Enembe dinyatakan sehat dan bisa melaksanakan tugas sebagai Gubernur Papua.
Hari pertama tiba di Papua dan masuk kantor ribuan proposal masuk diatas meja Gubernur. Lagi-lagi Lukas Enembe membakar seluruh proposal yang dilaporkan media lokal sebanyak 18.000 (delapan belas ribu proposal).
Proposal itu apa?
Pertanyaannya adalah apakah Lukas Enembe paham apa itu proposal? Jangan- jangan Gubernur Lukas Enembe tidak paham makna dan definisi PROPOSAL secara etimologi dan terminologi apa yang dimaksud dengan proposal.
Jujur secara pribadi dari satu sisi ini saya malu (berarti bukan semua sisi) memiliki pemimpin semacam ini karena itu menunjukkan ketidakpahaman seorang Pemimpin sekelas Gubernur (yang itu setingkat Menteri memimpin suatu Daerah Propinsi).
Ustadz Ismail Asso, Ketua Forum Komunikasi Muslim Pegunungan Tengah (FKMPT, Papua)
Post a Comment