Konsep Sistem Anak Angkat Dalam Kebudayaan Jayawijaya Papua
Jakarta,metronewstv.com Beberapa waktu lalu saya menulis judul WONAWIN yang maksudnya sistem mengambil anak angkat menjadi keluarga dalam tradisi kebudayaan Jayawijya.
Tulisan hadir karena banyak kalangan masyarakat Jayawijaya menolak Bupati Jayawijaya John Ricard Banua yang diangkat atau lebih tepatnya diinisiasi oleh Suku Asso-Wetipo memberi Fam atay Marga tambahan dibelakang nama Bupati Jayawijaya dari John Ricard Banua menjadi John Banua Asso.
Tulisan saya akhirnya dikomentari oleh seorang mahasiswa program (Doktor?) atau Pasca Sarjana dari STFT Fajar Timur.
Intinya mahasiswa ini bukan saja secara tegas menolak pemberian marga tambahan John Banua Asso tapi yang membuat saya harus kembali menegaskan dan menulis disini adalah karena dia memganggap tidak ada sistem Anak angkat dalam kebudayaan Jayawijaya.
Atas penyangkalannya terlepas apakah dia memahami budaya Jayawijaya atau karena faktor x sehingga dia mau menyangkal begitu yang terpenting bagi saya untuk pembaca tulisan saya disini adalah bagaimana betapa pentingnya kita semua harus memahami budaya dan kebudayaan Jayawijaya bagi secara umum khususnya generasi muda.
INISIASI
Inisiasi biasa dalam lingkup budaya Jayawijaya adalah seorang anak lak-laki dari masa kanak-anak menuju remaja. Proses ini biasanya dinamakan Ap Waya Hagasin. Proses dari masa Balita hingga 7 tahun (usia sekolah) smapai sekira berusia 12 dari di pria kan (inisiasi), sehingga sebelumnya kebiasaan dan pantangan keterlibatan pesta keramat adat yang sebelumnya pantangan kini melalui proses inisiasi diterima melalui proses inisiasi diresmikan terlibat kehidupan laki-laki dengan segala tanggungjawab pria penuh.
Pemberian Marga John Banua menjadi Asso dimasukkan kedalam siatuasi ini. Hal ini bukan kali pertama dan sesuatu yang asing dalam praktek kebudayaan Jayawijaya. Kepala Suku Besar (BIG MAN) Ukumearik Asso, pernah diprotes agar tidak menerima kehadiran Indonesia di Lembah Baliem sebagai pelarian atau transmigrasi asal Jawa Timur (Madiun, eks PKI).
Ukumearik Asso mengatakan: NAYALI, biarkan mereka sebagai orang asing saya akui sebagai keluarga. Pengertian NAYALI secara etimologi dari dua kata. Na (milikku) Yali, salah satu suku tetangga kini dikenal sebagai Kabupaten Yalimo. Dalam kebiasaan dahulu sering ada pendatang atau kerabat dari Yali merantau dan menetap hidup bersama Suku Hugula (nama asli Lembah Balim).
Kepala Suku Besar (BIG MAN) Ukumearik Asso menganggap dan menyamakan orang asing dari Jawa seperti orang Hugula (Lembah Baliem) menerima dan memungut sebagai anak angkat berasal dari Yalimo.
Dari cerita singkat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa praktek sistem memungut anak angkat adalah biasa dan sebagai bagian dari tradisi atay budaya dalam kebudayaan Hugula (Lembah Baliem) Jayawijaya Papua.
Apresiasi Khusus
Saya Ustadz Ismail senang dan bangga ada konsep dan pemikiran saya diapresiasi kemudian dibantah.
Bukan soal perbedaannya tapi kemampuan argumentasi dan keterampilan berlogika dan bisa menulis seperti ini sebagai anak Lembah Asli senang dan mengapresiasi mau mengomentari disini secara singkat.
Isnya Allah saya akan membuktikan kebenaran konsep “AP WOGONYAPAREKMA”, atau konsep “WO’NAWIN” itu sangat lumrah dalam kebudayaan Suku Asli Lembah Baliem dan seluruh Suku Pegunungan Tengah Papua dinamai sebagai Budaya LAPAGO.
Konsep WO’NAWIN sejatinya pusat (central) tradisi dalam perang suku. Mungkin orang bisa kaget apalagi hal demikian kalau A kemudian PERANG SUKU itu sendiri bagi Lembah Baliem Jayawijaya AGAMA. Antara konfederasi perang suku di Lembah ternyata agama itu sendiri atau semacam keyakinan seperti keyakinan orang beragama yang dipasarkan di Lembah.
Peniliti banyak yang kaget ternyata perang suku bagi suku suku di lembah Baliem terstruktur dan orang Jayawijaya sulit bedakan agama dan perang karena perang bagi manusia Lembah Baliem tidak bukan semacam agama.
Maka konsep WO’NAWIN dalam kebudayaan Lembah Baliem Jayawijaya khususnya dan Pegunungan Temgah Papua merupakan bagian tak terpisahkan dari kebudayaan orang Papua itu sendiri.
Konkritnya Ap Woghonyaparek, itu praktek hidup orang Lembah Balim Jayawijaya dan hal itu merupakan rahasia umum ada dalam praktek hidup manusia Lembah Baliem dan seluruh suku dan marga yang ada saat ini diperoleh melalui inisiasi praktek semacam itu.
Jika ada yang menyangkal berarti boleh jadi dia bukan orang Papua asal Pegunungan Tengah atau pikirannya lebih banyak dipengaruhi budaya asing dari luar misalnya ajaran agama tertentu.
Konsep AP WOGONYAPAREK atau WONAWIN sangat luas dan umum dan kita semua bagian dari proses itu.
Nanti saya akan buktikan soal sistem memungut anak angkat walaupun rahasia tapi sebenarnya bisa dikatakan rahasia umum.
Sekian
Saya sedikit kecewa dan menyesal karena adik yang membantah penjelasan tulisan saya tentang konsep WO’NAWIN sangat kurang kalau bukan buruk.
Pengetahuan sederhana dan lumrah ini saja adik ini tidak tahu apalagi konsep tentang, totemisme, kanibalisme dan sebagainya mungkin sama sekali tak mengetahui.
Perlu saya sampaikan bahwa perang bagi manusia Lembah Baliem adalah agama.
Anda tidak percaya? Urusan anda kalau tidak percaya saya hanya menyampaikan apa yang itu kenyataan dan diakui para peninjau secara agak kaget jika hal benar.
Sue esi, bulu burung, simbol, Ap Warwk dan lain sebagaimananya adalah misteri pengetahuan kebudayaan Jayawijaya yang masih hidup dan nyata bukan?
Penerimaan Bupati Jayawijaya John Ricard Banua Asso dalam Sub klen Assotipo, secara simbolik sah dan dapat diterima secara formal melalui inisiasi.
Alam dan arwah leluhur yang keramat (luhur dan sacral) menerima hal itu terbukti John Banua suka tidak suka hari Buptai Kita Kabupaten Jayawijaya bukan?
Yang tidak dimengerti adik yang dari STT Fajar Timur ini adalah bahkan kekeliruan (fallacy) secara sangat fatal karena dia lihat hanya secara simbolik tapi bukan secara batin. Atau bahasa alam leluhur kekeramatan budaya Jayawijaya.
Bagi saya adik dari STT Fajar Timur ini sangat dangkal dan deskriptif bukan secara mendalam menyentuh aspek kebatinan penghayatan menggunakan dan menerjemahkan bahasa alam keramat Jayawijaya.
Butuh kontemplasi
Agar bisa membaca dan memahami bahasa alam jayawijaya yang penuh makna itu adik perlu tuntunan riwayat kebudayaan Jayawijaya.
Konsep WITA-WAYA dan segala kompleksitas ada kaitannya dengan ini semua (WO’NAWIN).
Budaya Jayawijaya memang rahasia sehingga Prof Dr Astrid Susanto-Sunarya dari UI yang menulis buku Kebudayaan Jayawijaya memgatakan: “ Menggali dan meneliti kebudayaan Jayawijaya ibarat menimba air dari sumur, semakin ditimba semakin tdak pernah Habis-habisnya”.
Sekian tambahan catatan pelengkapan penjelasan saya disini. (End).
Sumber penulis: Ustadz Ismail Asso adalah peminat Budaya Hugula (Lembah Baliem) Jayawijaya Papua
Post a Comment