Apakah kaum milenial hari ini tauh siapa dia ?Nicholas Simeone Messet adalah Konsul Kehormatan Nauru di Jakarta, Apa itu Konsul ?
Konsul sendiri adalah orang yang diangkat dan ditugasi sebagai wakil pemerintah suatu negara dalam mengurus kepentingan perdagangan atau perihal warga negaranya di negara lain.
Sedangkan Nauru, secara resmi bernama Republik Nauru dan sebelumnya dikenal sebagai Pulau Pleasant, adalah sebuah negara kepulauan di Mikronesia di Pasifik Tengah. Tetangga terdekatnya adalah Pulau Banaba di Kiribati, 300 kilometer ke timur.
Posisi Beliau telah mengangkat wajah kami manusia berkulit hitam dan berambut keriting di dunia Internasional
Pembaca sekalian
Munculnya Organisasi Papua Merdeka (OPM) tak bisa terlepas dari sejarah tanah Papua dan hubungannya dengan negara Belanda yang sempat menduduki wilayah tersebut.
Salah satu tokoh senior sekaligus pendiri OPM, yakni Nicholas Messet dalam beberapa waktu terakhir kembali saya temui di hotel Borobudur Jakarta dalam peluncuran buku Papua Kerikil Dalam Sepatu oleh Bapak Freddy Numberi,
Saya berkesempatan duduk bersama beliau di meja bundar, disana saya mencoba memperbincangkan terkait kisah hidup dan keputusanya untuk kembali ke NKRI dan lahirlah ide untuk menuangkan ini di handpone lalu berikutnya kirim ke semua Whatsapp Grup yang saya gabung agar menjadi pedoman bagi kaum milenial
Pembaca sekalian
Diketahui bahwa pada tahun 2007 lalu, ia memutuskan kembali ke NKRI setelah lebih dari 40 tahun malang melintang mencari arti dari kata kemerdekaan bagi Papua hingga berada di Amerika Serikat. Dalam perjalannnya, ia kemudian tersadar bahwa upaya kemerdekaan Papua adalah cita-cita bangsa Belanda untuk memecah belah negara Indonesia
Sontak setelah mengetahui kebenaran tersebut, Nicholas Messet yang merupakan salah satu pendiri OPM merasa menemukan titik balik.
Dirinya mengaku sadar dan pada tahun 2007 memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Sebelumnya, Nicholas pernah menyatakan diri sebagai salah satu orang yang mengibarkan bendera bintang kejora Papua pada tanggal 1 Desember 1961.
Meski demikian, setelah menyadari bahwa kolonial Belanda telah melakukan politik pecah belah dengan memutarbalikkan fakta yang ada, dirinya secara tegas menyatakan bahwa Papua merupakan bagian dari Indonesia dengan tanggal kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Sebagai milenial saya memutuskan untuk mencari tauh apa yang sebenarnya dimaksutkan oleh beliau tentang belanda dan mencari tauh status kedudukan Papua di dunia Internasional
Persengketaan Irian Barat (1950–1962), dikenal sebagai Persengketaan Nugini Barat, adalah sebuah konflik diplomatik dan politik antara Belanda dan Indonesia terhadap wilayah Nugini Belanda. Ketika Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949 setelah Revolusi Nasional Indonesia, Belanda menolak klaim bahwa setengah Nugini yang dikuasai oleh Belanda pada dasarnya berada pada wilayah Hindia Belanda dan bahwa Republik Indonesia yang saat itu baru berdiri berhak penuh atas seluruh bekas koloni Belanda tersebut
Setelah pertarungan panjang, Irian Barat secara resmi terintegrasi ke dalam Indonesia berdasarkan hasil Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) pada 1969.
Sebelum kedatangan Belanda, dua kesultanan Indonesia yang dikenal sebagai Kesultanan Tidore dan Kesultanan Ternate diklaim telah menguasai Papua Barat. Berdasarkan perjanjian tahun 1660 antara Kesultanan Tidore dan Kesultanan Ternate yang berada di bawah jajahan Belanda, orang Papua diakui sebagai subjek Kesultanan Tidore. Kemudian di bawah perjanjian 1872, Kesultanan Tidore mengakui kendali Belanda atas seluruh wilayahnya, yang digunakan oleh Kerajaan Belanda untuk menetapkan Papua Barat sebagai bagian jajahan resmi Hindia Belanda.
Kurang dari sepekan setelah kemerdekaan Indonesia di tahun 1945, Belanda kembali datang membawa sekutu dan memulai rentetan kontak senjata di berbagai tempat termasuk Jakarta sampai pada awal 1946, ibukota dipindahkan ke Yogyakarta.
Pada 25 Maret 1947, Belanda dan Indonesia berhasil menyepakati bersama Perundingan Linggarjati. Namun, pada 21 Juli 1947, Letnan Gubernur Jenderal Belanda Hubertus Johannes van Mook menegaskan bahwa hasil Perundingan Linggarjati tidak berlaku lagi dan memulai operasi militer yang dikenal dengan nama Agresi Militer Belanda I yang berlangsung sampai 5 Agustus 1947. Belanda menamakan operasi militer ini sebagai Aksi Polisionil dan menyatakan tindakan ini sebagai urusan dalam negeri.
Dari tahun 1947-1948, Belanda menggunakan politik Devide et Impera atau politik pecah belah yang merupakan kombinasi strategi politik, militer, dan ekonomi untuk mendapatkan dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang lebih mudah ditaklukan. Politik peredaman ini dilakukan oleh Belanda dengan pendirian negara boneka di Sumatera Timur, Madura, Pasundan, Sumatera Selatan, dan Jawa Timur pada tahun 1947-1948 untuk membina separatisme.
Pada 22 Desember 1948, para delegasi Indonesia membahas pelanggaran Perundingan Linggarjati, penggelaran operasi militer Belanda, dan penawanan para petinggi pemerintahan Indonesia di sidang PBB di Paris. Delegasi Belanda di PBB menolak klaim Indonesia dengan menyatakan bahwa keadaan di Indonesia telah kembali normal dan para pemimpin yang ditawan diperkenankan untuk bergerak dengan leluasa. Namun pada 15 Januari 1949, dua anggota Komisi Tiga Negara (KTN) dikirim ke tempat pengasingan dan tidak menemukan kebenaran dalam klaim Belanda.
Para delegasi Indonesia selanjutnya mengikuti Konferensi Inter-Asia di New Delhi pada 20 - 23 Januari 1949 yang dihadiri oleh perwakilan sejumlah negara dan menghasilkan kesepakatan forum yang meminta bantuan PBB untuk mengatasi persoalan antara Belanda dan Indonesia. Dalam mediasinya, PBB menerbitkan Resolusi 67 tertanggal 28 Januari 1949 yang menghimbau agar Belanda menghentikan aksi militernya di Indonesia dan agar Indonesia menghentikan perlawanan terhadap Belanda. Setelah itu agresi militer dihentikan, tetapi Belanda menolak sebagian besar isi resolusi dan melakukan Serangan Umum 1 Maret 1949.
Dalam usaha untuk mengakhiri konflik Belanda-Indonesia, perjanjian Den Haag atau Perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) diratifikasi pada 2 November 1949. Perjanjian ini menyatakan Belanda setuju untuk mentransfer kedaulatan politik mereka atas seluruh wilayah bekas Hindia Belanda dengan Papua Barat menjadi satu-satunya bagian dari Hindia Belanda yang tidak dipindahkan ke Indonesia dan status Papua Barat akan dibahas setahun kemudian, yakni 1950. Untuk membantu mempertahankan koloni Papua dari infiltrasi pasukan Indonesia, pasukan Papoea Vrijwilligers Korps (PVK) yang beranggotakan pribumi Papua dibentuk oleh Belanda pada tahun 1961.
Belanda melanjutkan pembentukan sebuah komite pada tanggal 19 Oktober 1961 yang merancang Manifesto untuk Kemerdekaan dan Pemerintahan Mandiri, bendera nasional (Bendera Bintang Kejora), cap negara, memilih "Hai Tanahku Papua" sebagai lagu kebangsaan, dan meminta masyarakat untuk dikenal sebagai orang Papua. Belanda mengakui bendera dan lagu ini pada tanggal 18 November 1961, dan peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Desember 1961, demikian seperti yang diumumkan oleh surat kabar pemerintah kolonial Nugini Belanda Pengantara.
Langkah-langkah yang dilakukan Belanda ini merupakan pelanggaran perjanjian KMB. Selanjutnya, Belanda melakukan penyerangan di Yogyakarta pada 19 Desember 1949 yang menandai awal Agresi Militer Belanda II. Hingga pada 19 Desember 1961, Presiden Indonesia Soekarno mengumumkan akan melaksanakan Operasi Trikora.
Tanggal 1 Desember 1961, bendera Papua dinaikkan di Jayapura. Kemudian, 18 hari setelah itu Presiden Soekarno di Yogyakarta mencetuskan Tri Komando Rakyat (TRIKORA) yang antara lain berisi perintah batalkan negara boneka Papua buatan Belanda. Operasi Trikora yang diumumkan pada 19 Desember 1961 itu bertujuan untuk merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk menggabungkan Papua Barat (saat itu bernama Irian Barat) dengan Indonesia.
Pada dasarnya, Trikora adalah pembebasan semua wilayah bekas jajahan Belanda dari Sabang sampai Merauke. Dengan kata lain, Operasi Trikora diluncurkan untuk membebaskan Papua dari cengkeraman imperialis Belanda. Upaya untuk mengembalikan Papua ke pangkuan Indonesia itu juga diperjuangkan oleh salah satu pahlawan Papua, Frans Kaisiepo.
Kaisiepo mengajukan penggantian nama Netherland Nieuw Guinea menjadi Irian (Ikut Republik Indonesia Anti-Nederland). Akibatnya, Frans Kaisiepo menjadi tahanan politik pada tahun 1954 sampai 1961. Tujuan Trikora tidak semata-mata untuk pembebasan teritorial, tetapi juga untuk pembebasan seluruh rakyat Papua dari penjajahan, keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan dan untuk menempatkan diri dalam strata masyarakat sosial yang berkualitas dan bermartabat.
Gerakan yang dilakukan kelompok separatis sering kali merupakan gerakan bersenjata yang sporadis dan tidak terkoordinasi dengan baik. Dalam beberapa tahun terakhir, gerakan kemerdekaan Papua ini juga telah berkembang dan merambah ke kampanye internasional sebagai media melancarkan aksinya. Hal ini karena gerakan bersenjata dianggap tidak efektif lagi dalam mewujudkan visi yang diinginkan. Alhasil, mereka adalah dalang dari semua konflik-konflik yang ada di Papua.
Oleh karena itu, separatis melakukan kampanye internasional yang aktif dan mengangkat isu-isu sensitif tentang Papua kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan juga ke berbagai negara seperti Australia, Inggris, Vanuatu, dan Belanda. Sekalipun upaya marak dilakukan, tetapi tidak ada satupun negara di dunia yang mengakui bahwa Papua adalah sebuah negara.
*Referensi*
• Bob Catley and Vinsensio Dugis, The Garuda and The Kangaroo, pp.20-21._
• Moore, Clive, New Guinea
• Henderson, William, West New Guinea. The dispute and its settlement (1973).
• Lijphart, Arend, The trauma of decolonization. The Dutch and West New Guinea (New Haven 1966).
JAKARTA, SELASA 25 OKTOBER 2022
Penulis:Michelle Kurisi Doga S.Sos S.Ikom
Tulisan ini saya persembahkan untuk kaum milenial di ujung timur Indonesia
Post a Comment