Gubernur Lukas Enembe,Sakit Karena Kutukan Alam



Jakarta,metronewstv.com Tulisan sederhana ini lahir sebagai jawaban saya kepada Saudara Diaz Gwijangge atas pembelaannya secara agak emotional atas postingan (share) metronewstv.com detikIndonesia.Com, 14 Oktober 2022).

Detik.Com merilis berita tulisan saya judul: “Lukas Enembe Cacat Moral dan Bukan Kepala Suku Besar”. Saya mengulas sedikit aspek tradsisi kebudayaan Lapoago. Kemudian disahuti oleh Theo Sitokdnan dll dalam WAG “Sahabat Transpaasi Papua.

Jawaban pernyataan saya pada kelompok orang yang mengaku kepala suku (huruf kecil karena mereka (mungkin) Kepala Suku tapi tak paham karena sudah tidak lagi menghayati tatanan hukum adat tradsisi pure (asli) Lapago sebagai warisan tradisi adat budaya leluhur sebagai penemu kebudayaan LAPAGO yang kemudian oleh antropolog dan sebagai penjajah datang mengklasifikasikan sebagai LAPAGO.

B. Gubernur Jabatan Publik 

Mereka membela LE karena alasannya dia pejabat Gubernur tak boleh dikoreksi apalagi dikritik, bagi mereka salah-benar lurus atau bengkok selama Lukas Enembe bicara dalam kapasitas sebagai Gubernur seakan semua rakyat harus dibungkam. 

Menurut saya pola pikir macam ini sangat bertentangan dengan kedaulatan ada ditangan rakyat dan itu semua berlaku dalam sistem bernegara dan berpemerintahan secara normal bukan sistem pemerintahan demokrasi melainkan lebih pada ke sistem pemerintahan monarki (kerajaan).

Mereka seakan menafikan bahwa jabatan Gubernur itu milik publik (rakyat), bukan jabatan warisan sekolompok orang. 

Ini mengandaikan bahwa kita semua, siapa saja, boleh jadi Gubernur Papua selama sehat jasmani-rohani, Penduduk Papua Asli (seperti disyaratkan MRP karena point UU Otsus ada disitu), tidak cacat permanen, dan tentunya sebagai Warga negara Indonesia.

Orang Asli Papua (OAP) siapapun secara konstitusional dijamin berhak dipilih dan memilih jadi Gubernur dan Wajib mundur kalau melanggar konstitusi karena tak menjalankan konstitusi sesuai sumpah jabatan saat dilantik.

Siapapun terbukti tidak mampu menjalankan tugas sebagai Gubernur Papua wajib mundur atau mengundurkan diri dari Gubernur karena jabatan milik bersma (publik) bernama JABATAN GUBERNUR PAPUA sebagai lembaga milik rakyat Papua siapapun Bukan Jabatan hanya milik (Warisan) Kelompok.

Lukas Enembe itu menduduki jabatan Gubernur milik rakyat Papua bukan milik pribadi, kalau tidak bisa dikoreksi jangan paksa diri jadi gubernur. Ingat Jabatan Gubernur Lembaga milik rakyat bukan warisan milik kelompok siapa darimana dia, tapi bagi seluruh OAP Papua dimanapun berhak jadi Gubernur dan berhak kontrol kinerja Gubernur.

C. Vocus Saya Soal Kebudayaan Lapago

Saya orang budaya saya soroti Budaya bukan agama. Agama apa silahakan karena agama manapun gejala baru Papua, bukan Tuan Tanah. Saya Tuan Tanah penguasa Lembah Balim. DNA saya jelas bukan manusia pinggiran tak berbudaya.

Menurut saya orang Papua yang beradat istiadat LAPAGO sudah terdegradasi kebudayaan karena Gereja memusnahkan kebudayaan Asli Papua khususnya Adat LAPAGO.

Pendekatan agama Katolik dengan akulturasi dan inkulturasi budaya fi Lembah Baliem, pada hakekatnya endingnya hadir mau mengalahkan dna akhirnya mau mencabut manusia lembah Baliem dari akar akar Adat tradsisi budaya sejatinya.

Model Katolik sama dengan di Amerika Latin dalam penghancuran peradaban suku Indian.

Jadi apa yang saya soroti dari perspektiv adat tradisi budaya Lapago.

Bagi saya mereka yang mengaku orang adat adalah lembaga adat bentukan penjajah budaya Papua. Penjajah yang saya maksudkan adalah hegemoni agama dan pemerintahan berwajah kolonialisme entah Belanda maupun hari ini Indonesia.

Siapapun Lukas Enembe bagi saya dia cacat moral secara tradisi di adat budaya dan sebagai seorang pejabat negara.

Hanya satu pilihan mundur dari Gubernur karena alasan fatsun politik lalu serahkan diri ke kpk RI agar membuktikan dirinya tak korupsi.

Catatan: Sakit Pak LE itu sakit permanen kutukan alam Papua karena banyak melanggar tradisi adat budaya Lapago.

Semoga anda paham maksud dengan kepala dingin.

Terakhir saya bukan Ustadz dan Bukan Haji juga bukan Kepala Suku, saya hanya seorang Ismail Asso tanpa embel-embel semua atribut itu.


Sumber penulis: ustadz Ismail asso 

Post a Comment

Previous Post Next Post